Langsung ke konten utama

Review Film 2037: Sulitnya Korban Pelecehan Seksual Menuntut Keadilan


Berita Indonesia pernah dihebohkan dengan banyaknya kasus pelecehan seksual yang sering terjadi, mulai dari lingkup kampus, pesantren, sekolah, tempat umum, bahkan di angkutan umum pun tak luput dari sasaran lokasi pelecehan seksual yang seharusnya menjadi ruang umum dan ruang aman untuk semua.

Gambaran kasus pelecehan seksual sering menimbulkan banyak faktor konflik, terutama hukuman yang didapat untuk pelaku yang dinilai tidak adil, tidak mendapatkan respon tindakan cepat hingga, perlindungan akan korban pelecehan seksual yang dirasa tidak sesuai. 

Karena hal ini pula, gambaran akan ketidakbebasan hukum yang adil dan memberi ruang aman untuk penyintas korban seksual tidak sering berjalan dengan baik. Dan semua kisah ini digambarkan di dalam film 2037. 

Film ini memuat kisah seorang Gadis berusia 19 tahun yang hidup berdua bersama sang ibu setelah ayahnya meninggal dunia. Mereka saling menghargai, menjaga dan melindungi karena hanya punya satu sama lain. Ada satu tragedi datang, dimana kejadian ini menjadi momok yang menghancurkan hidup Yoon Young dan ibunya. Yoon Young diperkosa oleh seorang laki-laki yang menjadi rekan kerja ibunya. 

Karena hal ini pula, Yoon Young membunuh pemerkosanya karena, si pemerkosa yang akan mengancam keselamatan sang bunda dan berusaha menutupi kejahatan pemerkosaan yang dialaminya jika mengadu ke ibu dan polisi.

Karena kasus pembunuhan ini menyeret dirinya ke dalam penjara, tanpa adanya dakwaan bahwa dirinya juga merupakan seorang korban dalam kasus pemerkosaan. Tetapi, karena tindakan membunuh Yoon Young yang tujuannya ingin melindungi dirinya dan ibunya dari pelaku pelecehan seksual dan ancamannya ini, ia harus mendekam di balik jeruji besi. 

Walaupun begitu, kehidupan di penjara inilah yang membawa anugerah pembelajaran, ilmu baru dan keluarga baru untuk dirinya sendiri melalui cobaan yang datang silih berganti. 

 Sumber Gambar: google.com

Banyak Para Penyintas Seksual Yang Tidak Mendapat Perlindungan Untuk Kasusnya Yang Terjadi

Film 2037 menjadi gambaran untuk kita semua, bagaimana korban pelecehan seksual masih dianggap remeh. Banyak dari para korban yang dinilai salah dari segi apapun, tidak mendapat perlindungan hukum, bahkan tidak mendapat suara dukungan untuk mendapatkan proses keadilan. 

Film 2037 memberi plot cerita tentang kasus seorang wanita korban pelecehan seksual, setelah mendapat ancaman oleh pelaku pelecehan seksual untuk tutup mulut, didalam film ini juga kita diberi gambaran, bagaimana ruang aman perempuan itu terbatas dan berusaha dibatasi.

Dari film 2037 kita belajar, bagaimana sudah sepatutnya kita membuka mata lebar dengan adanya kasus pelecehan seksual. Bahwa, pelecehan seksual atau pemerkosaan yang terjadi itu bukan atas ranah kemauan pribadi. 

Kita tidak bisa menutup mata untuk menyalahkan dan membebankan korban. Sudah sepatutnya kita belajar untuk melihat dari sisi sebab akibat agar kasus pelecehan seksual tidak selalu menjadi angin lalu untuk tidak diperjuangkan haknya dan keamanannya yang sudah direnggut. Berbicara korban pelecehan seksual ini tidak melihat gender baik laki-laki dan perempuan semuanya mempunyai hak yang sama untuk dilindungi dalam ruang hukum.

Film ini menggambarkan perjuangan seorang ibu Tuna Wicara atau Tuna Runggu, memperjuangkan hak anaknya, dan hidupnya. Film 2037 menjadi warna baru perfilman tahun ini karena berhasil membawa kisah yang berani yaitu mengangkat kisah korban pelecehan seksual di dalam alurnya.

Film ini juga berhasil menampilkan scene-scene penuh emosional, cukup haru tentang kehidupan dan perjuangan, serta makna pembelajaran untuk kita semua agar selalu berjuang diatas hak kita sebagai warga negara di dalam perlindungan hukum yang sama dan adil. 

Hal ini berlaku bagi semua para penyintas, pejuang atau korban pelecehan seksual untuk mendapat hak dan keadilannya untuk menuntut hidup yang lebih baik dan tidak dipadang sebelah mata lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film Luck (2022) : Kita Berharga Walaupun Tidak Sempurna

  Luck sebuah sequel film kartun komedi yang ditayangkan di tahun 2022 ini berhasil menyedot khalayak umum dengen genre yang cukup relateable untuk semua. Film ini memiliki vibes yang hampir sama seperti Pixar hanya saja, film ini bukan berasal dari pixar. Film L uck adalah film animasi komedi fantasi yang disutradarai Peggy Holmes dimana, alur film ini sangat ramah keluarga yang memiliki penggalan makna yang anti gagal di dalam filmnya. Film luck mengisahkan Sam Greenfield sebagai orang paling sial di dunia. Sam seorang yatim piatu yang tinggal di panti asuhan tiba-tiba, menemukan sebuah keajaiban di dalam hidupnya. Di mana, dirinya menemukan tanah Keberuntungan yang belum pernah dilihat sebelumnya. Dia harus bersatu dengan makhluk ajaib di sana untuk membalikkan peruntungannya. Dalam perjalanan menemukan keberuntungannya inilah banyak sepenggal pembelajaran berharga yang membuat diri Sam merasakan kehadiran sebuah kesialannya sebagai perjalanannya untuk mengubah hidupnya ...

Kita Bisa Menjadi Kartini Baru Untuk Diri Sendiri

Setiap tanggal 21 April, Indonesia tidak pernah luput memperingati hari lahirnya seorang tokoh yang tidak hanya menjadi inspirasi bagi kaum perempuan di Indonesia, tetapi juga bagi pergerakan kesetaraan gender di seluruh dunia. Kisah yang menginspirasi mengenai sosok Raden Ajeng Kartini tidak pernah luput dalam perannya yang memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama dalam bidang pendidikan dan sosial. Kartini lahir pada tahun 1879 di sebuah desa kecil di Jepara, Jawa Tengah, pada masa ketika kaum perempuan di Indonesia menghadapI keterbatasan besar dalam hal pendidikan dan kebebasan. Salah satu karya terpentingnya adalah surat-surat yang ditulis untuk sahabatnya di Belanda, bagaimana pemikiranya serta pandanganya tentang perempuan dan masyarakat pada masa itu. Surat-surat tersebut menjadi bukti keinginannya untuk membebaskan perempuan dari belenggu tradisi yang membatasi potensi para perempuan. Keresahan Kartini serta semangatnya menjadi bukti nyata, dedikasi Kartini untuk perempuan d...

Purple Hearts Netflix: Stereotype Dan Kisah Cinta Seorang Tentara Di Lingkup Masyarakat

    Sumber Gambar: https://google.com/netflix.com Sempat rame di dunia jagat maya dengan fenomena “halo dek” sebagai istilah yang dilontarkan untuk para anggota instansi Tentara dan Polri yang dianggap cringe dan lebay akan seragam dan pekerjaan. Karena hal ini banyak stereotypes yang menggambarkan bagaimana sosok para anggota instansi tersebut yang dianggap berlebihan di tengah masyarakat. Tak sedikit banyak yang bercerita tentang pengalaman atau kisah bersama para tentara yang dikemas lucu dan tak biasa. Purple Hearts membawa kisah itu dalam alur filmnya, berkisah seorang musisi Cassie dan seorang tentara Luke yang melakukan kawin kontrak demi memenuhi kebutuhan masing-masing. Dalam film ini ada hal menarik yang menjadi highlight film ini, yaitu pandangan atau stereotype seorang pekerja tentara yang dianggap suka main cewek, kasar, gila hormat dan mesum. 1. Premis Cerita Yang Dihadirkan Bagaimana pandangan kisah cinta tentara dan orang biasa dengan banyaknya strereotyp...